PASKA
tumbangnya Uni Soviet dan berubah menjadi Federasi Rusia Bersatu, mata
panah permusuhan dan fitnah kaum kapitalisme dan kaki tangan sekulerisme
langsung mengarah pada Islam. Ideologi sosialisme yang masih diusung
beberapa negara besar, macam Federasi Rusia Bersatu dan Republik Rakyat
China, menjadi nomor dua, dan seketika Islam dianggap sebagai halangan
berikutnya.
Segala sesuatu yang melekat pada Islam dan umat Muslim yang dahulu
dilihat biasa-biasa saja, malah lazim dipraktekkan secara terbuka —sebab
menjadi bagian dari hukum agama besar ini— kini menjadi momok yang
sengaja diformat menakutkan bagi dunia barat.
Fundamentalisme Islam, yang dahulu adalah bagian dari praktek
menjalankan agama secara tegas, langsung dicap sebagai biang terorisme.
Padahal, fundamentalisme tidak hanya dikenal dalam Islam, agama
terdahulu semisal Yahudi, Kristen, Hindu, Budha atau beberapa aliran
kepercayaan juga memperaktekkan fundamentalisme.
Dahulu fundamentalisme belum serta-serta di masukkan dalam kamus
sekulerisme sebagai mata rantai kekerasan. Namun saat ini,
sekulerisme-kapitalisme --yang membelokkan arti kata fundamentalisme--
memasukkannya dalam bingkai kekerasan. Siasat-strategi
sekulerisme-kapitalisme dalam Silent War (perang rahasia) yang
sesungguhnya sedang berlangsung saat ini.
Islam sebagai agama yang dianut hampir seperdua penduduk dunia, dalam
bingkai sekuleris-kapitalis adalah ancaman. Kata-kata ini tentu akan
bermakna seperti yang dikehendaki paham sekuler, jika kita serta-merta
meletakkannya dalam otak kita. Kita bisa menolak menerima persepsi atau
paham sekuler-kapitalis, dan tetap berpegang pada pemahaman yang sudah
kita ketahui.
Dalam siasat-strategi Silent War sekuler-kapitalis, Barat (Eropa
sekuler) dan Zionis-Amerika memang memainkan makna-makna simbolis dan
menggunakannya sebagai cap. Tentu saja, cap-cap yang disodorkan
sekuler-kapitalis sengaja dimodifikasi sebagai sesuatu yang jahat.
Jihad dalam Islam secara harfiah adalah panggilan atau tekad untuk
berkorban demi agama Allah SWT. Bentuk Jihad pun tergantung era di mana
Muslim sebagai komunitas hidup. Jika dahulu jihad diserukan untuk
membela kepentingan agama Allah, yang mengalami penekanan oleh entitas
religius dan paham lain, berupa upaya membela diri, bebas dari gangguan.
Bentuknya pun bisa bermacam-macam, seperti menerima tawaran perang dari
para penekan, membela diri dari serangan para penekan, membela negara,
bahkan bekerja demi Allah SWT untuk kepentingan keluarga termasuk dalam
konteks jihad.
Dari pemaknaan di atas, tidakkah jihad —atau dalam agama atau paham
lain memiliki penyebutan berbeda— sama dan sering dilakukan pula? Dalam
sejarah Kristen, para ksatria Templar pernah melakukan pembelaan atau jihad. Agama Kristen juga memilikinya yang dikenal sebagai Crusaider
(terhadap kepentingan Vatican, dan mengikuti ambisi gereja-gereja Eropa
untuk menguasai tanah suci Yerusallem). Dalam sejarah Yahudi pun, juga
pernah membela diri dari kejaran tentara-tentara Kristen Nazi Hitler di
daratan Eropa —kendati peristiwa genoside Yahudi ini, sejauh yang diyakini adalah akal-akalan belaka.
Namun intinya adalah, semua upaya pembelaan dalam bentuk pengorbanan
terhadap sesuatu yang layak diperjuangkan, oleh orang kaum Muslimin
dikenal sebagai jihad.
Sekulerisme-kapitalisme memformat secara negatif pemaknaan jihad ini
sebagai bentuk dasar dari yang mereka sebut terorisme. Ironisnya, secara
bodoh, orang-orang menerima hasil format tersebut sebagai pemahaman
baru dan meninggalkan pemahaman hakiki yang dipegangnya ratusan tahun,
tanpa berusaha menyadari bahwa apa yang mereka terima itu sebagai bentuk
dari upaya mendiskreditkan kebenaran Islam.
Lalu, adakah kaitan dengan apa yang terjadi sekarang ini sebagai bentuk
pembelaan diri sekelompok orang, yang oleh sekuler-kapitalis
menyebutnya sebagai jihad? Penulis sepenuhnya tidak percaya dan menolak
keras asumsi ini.
Sebab, sebuah entitas agama/kaum barulah akan melakukan tindakan
membela diri bila entitas tersebut ‘diserang’ secara eksternal maupun
internal. Contoh-contoh di atas memberikan bukti bahwa secara faktual
betapa sebuah agama belum akan melakukan jihad jika secara eksistensial
agama tersebut tidak diserang atau mendapat tekanan. Premis ini pun
berlaku pada agama selain Islam.
Mungkin yang masih faktual untuk menggambarkan sebuah tindakan jihad di
mana eksistensialisme sebuah agama telah diserang, adalah bentuk jihad
kaum Katolik Irlandia Utara yang didukung sayap militer PIRA (Provisional Irish Republican Army,
atau kerap dikenal sebagai IRA), yang hendak membebaskan diri dari
tekanan kaum Ulyster Protestan yang didukung oleh Inggris Raya. Konflik
berdarah yang masih terjadi hingga saat ini berawal dari serangan
tiba-tiba terhadap Orange Order (Orde Oranye) oleh pihak IRA.
Serangan IRA itu adalah buntut dari tekanan politis dan represif
tentara pemerintah Inggris yang memaksa agar wilayah Irlandia Utara
segara masuk dalam yuridiksi Irlandia bentukan Inggris yang mayoritas
Protestan. Orange Order merupakan organisasi persaudaraan penganut agama
Kristen Protestan yang berbasis di Irlandia Utara dan Skotlandia.
Orange Order diambil dari nama William of Orange yang mengalahkan
pasukan Katolik James II dalam Perang Boyne, 1690. Sejak inilah
kebencian antara katolik dan protestan berlarut-larut di zona itu.
Jihad juga boleh dilekatkan pada perjuangan penduduk Muslim Uighur di
Urumqi provinsi Xinjiang, China, terhadap serbuan tentara pemerintah
Republik China, atau jihad warga Budha Tibet terhadap tekanan Pemerintah
China.
Pemerintah-negara yang melakukan tekanan bisa saja berkelit bahwa semua
upaya negatif yang mereka lakukan itu karena alasan politis. Jika benar
demikian, bagaimana pemerintah negara-negara tersebut menjawab fakta
tentang hampir 10.000 korban jiwa Muslim tewas secara tragis menyusul
serbuan tentara China di Urumqi?
Tekanan politis seperti apa yang membuat warga Kristen Irlandia Utara
kehilangan ratusan ribu jiwa semenjak Irlandia Utara menuntut
kemerdekaannya? Menurut CAIN, sejak sengketa Katolik Irlandia dengan
Ulyster Protestan pada 1969 hingga tahun 2001, telah menyebabkan
kematian 1.706 jiwa, 497 di antaranya warga sipil.
Jika kejadian-kejadian di atas masih dapat digolongkan sebagai bentuk
jihad, lalu bagaimana melihat pergerakan kelompok-kelompok macam
Al-Qaidah atau Jamaah Islamiyah? Dapatkah aksi-aksi mereka selama ini
bisa dikatakan sebagai bentuk jihad?
Jika semua kelompok yang dituding pemerintah Amerika dalam daftar
“teroris” mereka berlatar belakang agama tertentu, ini juga sulit
diterima dan mestinya serta merta ditolak. Sebab dalam penamaan sesuatu,
baik sebuah kelompok kerja, korporasi, atau sekadar benda, memang benar
jika secara umum sebuah nama akan menggambarkan karateristik dari
objeknya. Tapi sebuah nama pun bisa dijadikan kamuflase untuk mendorong
opini publik memilih klaimnya sendiri-sendiri.
Sehingga, tak ada bedanya, antara Ksatria Templar, Zionis, Mason,
Jamaah Islamiyah, dan Al-Qaidah. Kelima ini adalah bagian dadi kelompok
sebuah agama, yang bekerja secara internasional.
Sebab sebuah kelompok terbentuk tidak saja membentukannya berdasarkan
kesamaan agama, tetapi juga adanya kesamaan kepentingan, ideologi,
misi-visi, nasib, tujuan dan lain sebagainya.
Bukankah kita terlampau lugu jika mengira sebuah kelompok yang dipimpin
seorang lelaki berusia 60-an tahun, dengan sebuah kaki pincang, mampu
membuat jaringan yang kuat dan mengglobal, sulit dilacak, bahkan cukup
sulit ditembus intelijen negara sekelas Amerika Serikat yang berusaha
melacak kelompok atau organisasi ini dengan segenap peralatan canggih
dan sumberdaya manusia yang cakap, masih kesulitan dan meminta bantuan
internasional. Kelompok dan pemimpin yang bisa terus eksis hingga detik
kematiannya dalam sebuah serbuan di kota Abbottabad, sekitar 150 km
utara Islamabad, Pakistan? Walau sampai detik ini pun pihak Amerika
Serikat tidak berani merinci kejadian sebenarnya dari serbuan yang
mereka sebut sebagai “operasi khusus” itu.
Artinya, doktrin sekuler-kapitalis yang masuk ke kepala kita bahwa
satunya-satunya yang menggerakkan banyak negara dalam perang terhadap
terorisme adalah sebuah “kelompok Islam” bernama Al-Qaidah dan seorang
“lelaki Muslim” gaek bernama Usamah bin Ladin, benar-benar telah merasuk
dan tertanam dalam benak setiap orang.
Sekarang
kita dikejutkan oleh seorang pemuda Kristen fundamentalis, Anders
Behring Breivik, mengatakan kepada hakim dalam sidang perdananya Senin
(25/07/2011) bahwa aksi "teroris" yang dilakukannya bertujuan
menyelamatkan Eropa dari Muslim. Setelah sebelumnya Breivik mengaku
bertindak sendiri, pada akhirnya ia mengungkapkan di persidangan, bahwa
masih ada "dua sel lagi" di dalam organisasi besar Freemasonry dimana
dia menjadi anggota.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar