“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah:
”
….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)
Katakanlah:
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (TQS.Fathir [35]: 28)
„Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11)
Dalam
Kitab Ihya ‚Uluumuddiin susunan Imam Al Ghazali disebut bahwa Nabi
berkata: „Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para
syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama!“ Nabi juga
berkata bahwa meninggalnya 1 kabilah (penduduk 1 kampung) lebih ringan
daripada meninggalnya seorang ulama.
Itulah kemulian orang yang berilmu!
Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:
“Barangsiapa
berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan
jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya
bagi penuntut ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits
yang panjang riwayat Muslim)
“Barangsiapa
keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam
sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)
Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang
bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah
SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat
baik di dunia mau pun di akhirat.
Rasulullah
saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah
amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat
dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu
Hurairah ra)
Allah
berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah
(kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat
(ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha
bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)
Ilmu
itu begitu luas, dari yang bermanfaat hingga yang tidak bermanfaat.
Contoh ilmu yang bermanfaat adalah ilmu agama, ilmu fisika, ilmu
komputer, dsb. Contoh ilmu yang tidak bermanfaat bahkan terlarang adalah
ilmu sihir, ilmu meramal/astrologi, dsb. Begitu banyak ilmu namun waktu
kita begitu sedikit. Oleh karena itu hendaknya dipakai untuk
mempelajari ilmu yang bermanfaat.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.’
Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi
Dawud a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang
bermanfaat.”
“Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud.
“Ialah
ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran,
dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang
mendekatkan engkau kepada-Ku.”
Dalam
sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW
bersabda, “Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan
diri kepada Allah Azza wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang
yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan
adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat.”
Ternyata
ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin
dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat kita rendah
hati serta terhindar dari sifat takabur..
Ilmu selain diyakini kebenarannya juga harus diamalkan. Sebab ilmu tanpa amal, seperti pohon yang tidak berbuah.
“Barangsiapa
mengamalkan apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan
kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan Allah akan menolong dia
dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang
tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan neraka “. (hadits)
Begitu
juga amal tanpa ilmu, hanya akan membawa kehancuran. Contohnya orang
tidak pernah belajar menerbangkan pesawat tentu akan berbahaya jika dia
menerbangkan pesawat. Setelah diamalkan, maka disunnahkan bagi kita
untuk mengajarkan ilmu tersebut ke orang lain yang belum mengetahui.
Kita
menuntut ilmu dunia selama 12 tahun dari SD hingga SMA. Setiap hari
paling tidak 5 jam kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita
menghitung berapa lama kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari?
Jika
tidak, sungguh malang nasib kita, padahal ilmu agama penting bagi kita
guna mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Bukankah kebahagiaan di akhirat
lebih baik dan lebih kekal? Bukankah hidup di dunia hanya sekejap saja
(Cuma sekitar 63 tahun)?
Meski
dia profesor Fisika atau Pakar Komputer, tapi jika tidak tahu ilmu
agama sehingga sholat, puasa, zakat, dsb tidak benar niscaya dia akan
masuk neraka.
Tentu
saja bukan maksud kita mengenyampingkan ilmu dunia. Mempelajari ilmu
dunia yang bermanfaat adalah fardu kifayah. Sejarah Islam menunjukkan
bahwa meski ummat Islam gemar mempelajari ilmu agama, namun ilmu dunia
mereka juga tinggi. Angka yang dunia pakai sekarang adalah angka Arab
(Arabic Numeral) yang diperkenalkan sarjana Muslim kepada dunia. Bukan
angka Romawi atau Eropa! Aljabar (Algebra), Algoritma yang
mengembangkannya adalah sarjana Muslim: Al Khawarizm. Demikian pula di
bidang kedokteran dikenal Avicenna (Ibnu Sinna), di bidang sosial
Averroes (Ibnu Rusyid), dsb. Kimia (Chemical) juga berasal dari bahasa
Arab Alkimia (Alchemy). Yang memperkenalkan angka 0 ke dunia adalah
ummat Islam. Itulah prestasi ummat Islam di bidang ilmu dunia.
Jika
sebagian muslim sudah mempelajarinya (misalnya ada beberapa orang yang
belajar ilmu kedokteran), maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya.
Tapi mempelajari ilmu agama adalah fardu ‘ain, kewajiban bagi setiap
Muslim. Tanpa ilmu, maka semua amalnya akan ditolak.
Yang
pertama harus kita pelajari adalah aqidah atau tauhid yang juga disebut
“Ushuluuddiin” (Dasar-dasar Agama). Ini adalah fondasi yang harus kita
kuasai. Kita bukan cuma tahu bahwa rukun iman ada 6, tapi juga tahu
dalil-dalilnya. Sebagai contoh, beriman kepada Allah. Kita juga harus
tahu sifat-sifat Allah seperti wujud (ada). Kita tidak bisa cuma bilang
bahwa Tuhan itu ada. Tapi juga harus bisa membuktikan/menjelaskan
dalil-dalil bahwa Tuhan itu memang ada.
Tanpa aqidah yang kuat, maka seseorang yang ibadahnya rajin dapat tersesat atau murtad dengan mudah.
Setelah
aqidah kita kuat dan dilandasi dengan ilmu, baru kita mempelajari
Fiqih. Fiqih adalah ilmu yang menjelaskan cara-cara beribadah kepada
Allah seperti sholat, puasa, zakat, hubungan dengan sesama manusia, dan
sebagainya. Banyak kewajiban mau pun larangan yang harus kita ketahui,
ada di kitab-kitab Fiqih.
Yang
harus kita ketahui lagi adalah, ilmu agama harus berlandaskan Al Qur’an
dan Hadits yang shahih. Jika satu masalah tidak tercantum dalam Al
Qur’an dan Hadits, baru dilakukan ijtihad. Tapi ijtihad ini pun tidak
boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits.
Menuntut ilmu juga niatnya harus untuk Allah semata. Bukan untuk kepentingan pribadi.
Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba Allah yang rajin menuntut ilmu. Jika
kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang ikhlas karena Allah
semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan
kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah
SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki
maupun perempuan” [HR Ibnu Abdul barr]
Janganlah
sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan,
sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain
(lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau
menuntut ilmu untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan
duniawi. Yang demikian itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan
dirimu sendiri.
Nabi
SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut
ilmu yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia
tidak mempelajarinya, kecuali hanya untuk Mendapatkan harta benda
keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya surga pada hari
kiamat. ” [HR Abu Dawud]
Rasulullah
SAW bersabda, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya
terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang
bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan
dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian
orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka baginya
neraka…neraka.” [HR Tirmidzi & Ibnu Majah]
“Seorang
‘alim apabila menghendaki dengan ilmunya keridhaan Allah, maka dia akan
ditakuti oleh segalanya. Akan tetapi, jika dia bermaksud untuk menumpuk
harta, maka dia akan takut dari segala sesuatu.” [HR. Ad Dailami]
Dirangkum dari berbagai tulisan seperti “Ilmu yang bermanfaat” (Aa Gym), “Ihya ‘Uluumuddiin” (Imam Al Ghazali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar