Nabi Ibrahim a.s bermimpi diperintahkan oleh Allah SWT untuk membangun rumah Allah yang disampaikan kepada putranya Ismail.
Nabi
Ibrahim menjelaskan hikmah Allah Ta’ala yang telah terjadi dari
perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: “Wahai
Ismail, sesungguhnya Allah s.w.t memerintahkan padaku suatu perintah”
ketika datang perintah pada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya, beliau
menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan gamblang. Dan sekarang ia
hendak mengemukakan perintah lain yang sama agar
ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di hadapan
perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah yang tidak
berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.
Ismail
berkata: “Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu.” Nabi
Ibrahim berkata: “Apakah engkau akan membantuku?” Ismail menjawab: “Ya,
aku akan membantumu.” Nabi Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t
memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini.” Nabi Ibrahim
mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di
sana.
فِيهِ
آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِناً
وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ ٱلله غَنِىُّ عَنِ ٱلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia[214]. ” (al-Imran: 96.)
[214]. Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.
Ka’bah sudah ada sejak Nabi Adam, Nabi Adam membangun suatu khemah yang di dalamnya ia menyembah Allah s.w.t. Adalah
hal yang biasa bagi Nabi Adam - sebagai seorang Nabi – untuk membangun
sebuah rumah untuk menyembah Allah s.w.t. Tempat itu dipenuhi dengan
rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi abad
sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi Ibrahim
mendapatkan perintah dari Allah s.w.t untuk membangun kedua kalinya agar
rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat dengan izin Allah s.w.t.
Nabi Ibrahim mulai membangun Ka’bah.
Dan
karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka
keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata:
“Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan tawaf di
sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar Arasy Allah
s.w.t.
Batu-batu
rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian
Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta
ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam.
Ketika
engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu
yang engkau lihat hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang
hakiki. Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka’bah.
Allah s.w.t berfirman:
وَإِذْ
يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَابَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ ٱلعَزِيزُ ٱلحَكِيمُ
“Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): ‘Ya Tuhan kami terimalah dari kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan
patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang
tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,
utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka
al-Kitab (Al-Quran) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ” (QS. al-Baqarah: 127-129)
Ka’bah
dibangun terakhir kalinya, dan tenaga yang dicurahkan oleh orang-orang
yang membangunnya sangat terbatas di mana mereka tidak menggali dasarnya
sebagaimana Nabi Ibrahim menggalinya. Dari sini kita memahami bahwa
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencurahkan tenaga keras yang tidak dapat
ditandingi oleh ribuan laki-laki. Rasulullah saw telah menegaskan bahwa
kalau bukan kerana kedekatan kaum dengan masa jahiliah dan kekuatiran
orang- orang akan menuduhnya dengan berbagai tuduhan jika beliau
menghancurkannya dan membangunkannya kembali, niscaya beliau ingin
merobohkannya dan mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.
Kita
tidak mengetahui berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun
Ka’bah sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk
membuat perahu Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan
Ka’bah sama-sama sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang
membawa keamanan dan kedamaian. Ka’bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap
di atas bumi selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang
menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin taufan yang selalu
mengancam setiap saat. Allah s.w.t tidak menceritakan kepada kita
tentang waktu pembangunan Ka’bah. Allah s.w.t hanya menceritakan perkara
yang lebih penting dan lebih bermanfaat. Dia menceritakan tentang
kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka saat
membangunnya:
Itulah
puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang
taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang
mencintai:
Sesungguhnya
doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi manusia seorang mukmin.
Mereka membangun rumah Allah s.w.t dan pada saat yang sama mereka
disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa
rumah itu sebagai simbol dari akidah. Akhirnya, doa tersebut terkabul
ketika Allah s.w.t. mengutus Muhammad bin Abdullah saw. Doa tersebut
terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah pembangunan Ka’bah
dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang akan menjadi tanda
khusus di mana tawaf di sekitar Ka’bah akan dimulai darinya. Ismail
telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia biasa. Beliau bekerja
dengan sangat antusias sebagai wujud ketaatan terhadap perintah
ayahnya. Ketika beliau kembali, Nabi Ibrahim telah meletakkan Hajar
Aswad di tempatnya. “Siapakah yang mendatangkannya (batu) padamu wahai
ayahku?” Nabi Ibrahim berkata: “Jibril as yang mendatangkannya.”
Selesailah pembangunan Ka’bah dan orang- orang yang meng Esakan Allah
s.w.t serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di sekitarnya. Nabi
Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya sama dengan doa
yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah s.w.t menjadikan manusia
cenderung pada tempat itu:
رَّبَّنَآ
إِنَّيۤ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ
بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلاَةَ فَٱجْعَلْ
أَفْئِدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِيۤ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُمْ مِّنَ
ٱلثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim: 37)
Dan
yang lebih penting dari semua itu adalah cinta yang dalam terhadap
Tuhan, Baitullah dan telaga zamzam yaitu, Tuhan alam semesta. Allah
s.w.t berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيّاً وَلاَ نَصْرَانِيّاً وَلـٰكِنْ كَانَ حَنِيفاً مُّسْلِماً وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
“Ibrahim
bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus[201] lagi berserah diri (kepada Allah) dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. (QS. Ali ‘Imran: 67)
[201]. Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Allah
s.w.t mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali
menamakan kita sebagai orang-orang Muslim. Allah s.w.t berfirman:
وَجَاهِدُوا
فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ ٱجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكمْ
فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ
ٱلْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِى هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيداً
عَلَيْكُمْ وَتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ فَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلواَةَ وَآتُواْ ٱلزَّكَواةَ وَٱعْتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ
مَوْلاَكُمْ فَنِعْمَ ٱلْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ ٱلنَّصِيرُ
“Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu
sekalian orang-orang Muslim dan dahulu. ” (QS. al- Hajj: 78)
Ka’bah
berbentuk bangunan kubus yang berukuran 12 x 10 x 15 meter (Lihat foto
berangka Ka’bah). Ka’bah disebut juga dengan nama Baitallah atau Baitul
Atiq (rumah tua) yang dibangun dan dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah.Di
atasnya ditutup oleh kain hitam yang disebut kiswah. Kiswah ini setiap
tahun diganti dengan yang baru, di atasnya dihiasi oleh surat-surat Al
Quran dari emas dan perak setinggi 3 sampai 4 meter.
Kiswah yang terbuat dari benang emas dan perak seberat 400 kg tipisnya sepertiga milimeter dan terbuat dari emas murni 999 karat
Mekah 4000 tahun yang lalu
Mekah
sampai berdirinya Ka’bah ditengarai tidak terlepas dari suku Al Amalik
dan Jurhum. Sesudah nabi Ismail dan Ibrahim as kurang lebih 2000 SM
alias 4000 tahun yang lalu membangun fundamen Baitul Haram pun (lihat
sketsa), masih lama lagi baru Mekah berkembang menjadi sebuah kota atau
sejenis kota, karena para sejarawan masih menemukan sisa-sisa kehidupan
nomaden. Demikian juga dengan administrasi Baitul Haram lama sesudah
nabi Ismail as meninggal dunia, masih ada di tangan suku Jurhum, sebuah
suku yang selalu tinggal di Mekah.
Kekuasaan suku Jurhum atas Mekah berakhir ketika Mudad Ibn Al Harith
mengalahkan suku Amalik. Di generasi inilah perdagangan Mekah maju
pesat dan mengalami kesejahteraan dan kenyamanan yang tinggi sehingga
mereka menjadi lengah bahwa mereka tinggal di sebuah lembah yang tidak
subur dan harus selalu dirawat dan dijaga dengan seksama, sehingga air
Zam-zam pun menjadi kering.Karena itu masyarakat menjadi gelisah dan
suku Khuzza berusaha mengambil alih kekuasaan. Mudad kemudian pergi ke
sumber air Zamzam dan menggali lubang di sana, di mana kemudian ia
menyembunyikan dua gazelle dari emas, pedang dan kekayaan
lainnya dengan harapan suatu hari akan mengambilnya lagi. Ia kemudian
meninggalkan Mekah bersama dengan turunan Ismail. Semenjak itu maka
Mekah kemudian jatuh ke tangan suku Khuzza.
Mekah 1600 tahun yang lalu sampai Islam datang
Saat kunci dari Baitul Haram ada di tangan Hulail dan kemudian Hulail meninggal kunci jatuh ke tangan putrinya, Hubba, yang menikah dengan Kusaij ibn Kilab
(kakek dari nabi Muhammad saw di generasi kelima, tahun 400 M). Namun
karena Hubba tidak ingin mengurusinya, kunci kemudian diserahkan ke Abu Ghibschan Al Chuzai,
seorang peminum yang saat mabuk untuk membeli minuman anggur menjualnya
ke Kusaij. Suku Khuzza lalu memprotes jatuhnya kunci Baitul Haram ke
Kusaij tapi karena Kusaij oleh beberapa suku dianggap penduduk Mekah
yang paling bijaksana, mereka bergabung dengan Kusaij dan kemudian
mengusir suku Khuzza dari Mekah. Kusaij kemudian menyatukan semua kantor
dari rumah suci dan suku-suku ini pun menyatakan setuju dengan
kepemimpinan Kusaij.
Sebelum
itu, tidak satupun bangunan boleh dibuat di dekat Ka’bah karena memang
kaum Khuzza maupun Jurhum tidak menginginkan rumah Allah bertetangga
dengan bangunan lainnya. Untuk itu mereka bila malam pulang ke tempat
yang agak jauh di luar. Namun atas perintah Kusaij, penguasa baru Mekah,
mulai dibangunlah dekat Ka’bah bangunan-bangunan lain serta sebuah
balai kota, di mana tetua Mekah di bawah pimpinannya merundingkan segala
urusan kota dan bermusyawarah. Tidak ada pernikahan yang tidak
dilakukan di Baitul Haram ini. Kaum Qurais membangun rumah-rumah mereka
dan menyediakan cukup tempat untuk kemungkinan perluasan.
Ketika Kusaij semakin tua dan lemah, ia merasa tidak lagi mampu mengurusi Mekah. Maka kemudian ia berikan Hijaba (kantor pengawasan) dan kemudian kunci rumah ke Abdud Dar,
putra tertua Kusaij. Selain itu Kusaij juga memiliki seorang putra Abdu
Manaf yang lebih dihormatí dan dipanuti oleh masyarakat kota Mekah.
Selanjutnya diberikan pula Sikaja (urusan minum para pelawat), Liwa (bendera) dan Rifada (urusan makanan para pelawat).
Rifada ini adalah sejumlah dana yang diberikan kaum Qurais setiap
tahunnya dari harta mereka ke Kusaij. Di saat lawatan Kusaij menggunakan
dari uang ini untuk membeli makanan bagi yang membutuhkan. Kusaij
adalah orang pertama yang mewajibkan rifada terhadap kaum Qurais.
Abdud
Dar setelah itu mengurus kantor Kaaba sesuai dengan yang diperintahkan
ayahnya dan kemudian putra-putranya yang melanjutkannya. Putra-putra
Abdu Manaf yakni Hasim, Abdu Syam, Al Muttalib dan Naufal,
lebih disukai dan dikenal daripada putra-putra Abdud Dar. Karena itu
kemudian mereka berempat bersatu dan berusaha mengambil alih kekuasaan
yang ada ditangan sepupunya.
Sehingga
terpecahlah Qurais dalam 2 partai, “Partai Berparfum” adalah turunan
Abdu Manaf, disebut seperti itu karena mereka telah mencelupkan tangan
mereka ke dalam parfum dan datang ke Kaaba dan bersumpah untuk tidak
akan memecah belah ikatan itu. Sedangkan turunan Abdud Dar bersatu dalam
“Partai Persekutuan”. Kedua belah partai ini hampir saja berperang dan
saling menghancurkan diri mereka sendiri namun kemudian mereka sepakat
pada solusi : bani Abdu Manaf kemudian mengurus Sikaja serta rifada dan
Abdud Dad mengurus hijaba, Liwa dan nadwa. Keduanya puas dengan solusi
ini dan tetap seperti itu hingga Islam datang.
Haschim
(464 n. Chr.) adalah pemimpin sukunya dan sangat kaya. Ia mengurusi
sikaja dan rifada. Seperti yang telah dilakukan kakeknya ia pun
menghimbau rakyatnya untuk menyumbangkan sebagian hartanya untuk
mengurusi para pelawat, karena pengunjung dan pelawat rumah Allah adalah
tamu Allah dan tamu memiliki hak dilayani dengan baik.
Hasim
selain itu juga tidak pelit: kebaikan dan kemurahan hatinya juga
berlaku untuk penduduk Mekah. Saat musim kering, ia menyediakan makan
dan tarid, sehingga senyum di wajah penduduk Mekah dalam musim
kering tidak hilang dari wajah. Selain itu Hasimlah yang memasukkan
karavan musim dingin ke Yaman dan karavan musim panas ke As Syam.
Melalui aturan inilah kemudian Mekah berkembang dan mencapai kejayaan
sampai kemudian diakui sebagai ibukota.
Di
saat Mekah jaya ini, putra-putra Abdu Manaf melakukan perjanjian
keamanan dan perdamaian dengan daerah tetangga. Hasyim sendiri melakukan
perjanjian dengan kerajaan Romawi dan dengan bangsawan Ghassan
untuk kedamaian dan persahabatan bertetangga. Ia pula yang mengusahakan
izin dari kekaisaran Romawi bagi kaum Qurais, untuk menyebrangi Asy
Syam. Abdu Syam mengadakan perjanjian dagang dengan Negus dari Abesinia,
Naufal dan Al Muttalib dengan Persia dan perjanjian dagang dengan
Hinjar di Yaman. Ketenaran Mekah semakin meningkat dengan bertambahnya
kesejahteraan, dan tidak seorang pun dapat menyaingi kemahiran orang
Mekah berdagang. Karavan datang dari semua arah ke Mekah dan
meninggalkannya di sana. Untuk itu orang Mekah berhasil mengumpulkan
pengalaman dalam hal perkreditan dan per-bungaan dan semua hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
Hasyim
tetap menjadi pemimpin Mekah hingga tua, bahkan ketika keponakannya
Umaya ibn Abdu Syam selesai pendidikan tetap kekuasaan di tangan Hasyim,
sehingga Umayya pindah ke Asy Syam untuk 10 tahun lamanya.
Dalam
perjalanan ke Madina, Hasyim menikah dengan Salma Bint Amr dari suku
Khazraj dan darinya lahirlah Syaiba dan tinggal kemudian di Madina
dengan ibunya. Setelah kematian Hasyim, saudaranya Al Muttalib yang
melanjutkan tanggung jawab Hasyim, walaupun Al Muttalib lebih muda dari
Abdu Syam tapi di masyarakat Mekah lebih dikenal dan dihormati. Bangsa
Qurais menyebutnya “sang dermawan”.
Suatu
hari Al Muttalib ingat ke putra Hasyim yang di Madina dan kemudian ia
pergi ke Madina dan membawanya serta ke Mekah, ia pun kemudian
mendudukkan putra Hasyim yang telah berangkat remaja di belakangnya di
atas onta. Kaum Qurais mengira Al Muttalib membawa budaknya karena itu
dipanggillah putra Hasyim ini dengan sebutan Abdul Muttalib, walaupun Al
Muttalib berusaha menjelaskan bahwa anak itu adalah putra Hasyim. Tapi
nama Abdul Muttalib lebih dikenal daripada Syaiba.
Ketika
Al Muttalib akan memberikan harta Hasyim pada putranya, Naufal menolak
dan menyimpannya untuk diri sendiri. Kemudian Abdul Muttalib dengan
bantuan pamannya dari Madina melawan pamannya di Mekah ini untuk merebut
yang menjadi haknya. Setelah kematian Al Muttalib, Abdul Muttalib
mengambil alih tanggung jawab Hasyim yakni Sikaja dan Rifada.
Setelah
keringnya air zamzam, maka untuk memenuhi kebutuhan air minum harus
diambil dari beberapa sumber air di sekitar Mekah dan disimpan dalam
kolam air dekat Ka’bah. Bila ia memiliki banyak putra tentulah hal ini
tidak masalah, tapi karena ia hanya memiliki satu putra saja, Abdul
Muttalib menjadi sangat khawatir.
Pada
masa itu, orang-orang Arab seringkali mengingat kembali sumber air
zamzam yang saat masa Mudad kering dan ditutup oleh harta karun. Mereka
seringkali berharap agar air zamzam kembali mengalir. Lebih dari yang
lain tentu saja terutama hal ini menjadi beban pikiran Abdul Muttalib.
Hingga masalah ini terbawa ke dalam mimpinya, di mana di dalam mimpi itu
ia diminta untuk menggali sumber air di mana nabi Ismail as dulu
keluar. Sehingga karena panggilan untuk menggali ini demikian nyata, ia
kemudian segera mencari sumber air zamzam dan berhasil menemukannya di
antara berhala Isaf dan Naila. Dibantu oleh putranya Al Harits mulailah
ia menggali sampai terpancarlah air zamzam keluar demikian juga dengan
kedua gazel dari emas dan pedang Mudad.
Kaum
Qurais menginginkan bagian dari sumber air dan apa yang telah ditemukan
oleh Abdul Muttalib. Namun ia tidak setuju dan mengusulkan untuk
melakukan undian yang kemudian juga disetujui oleh kaum Qurais. Undian
ini ternyata dimenangkan oleh Abdul Muttalib. Pedang diambil oleh Abdul
Muttalib dan gazelle emas untuk Ka’bah. Oleh Abdul Muttalib pedang kemudian dilebur dan dijadikan pintu untuk Ka’bah dan gazelle
emas dijadikan dekorasi untuk Baitul Haram. Semenjak itu pengurusan
Sikaja menjadi lebih mudah dengan ditemukannya air Zamzam ini.
Masa Nabi Muhammad SAW
Pada
awalnya bangunan Ka’bah terdiri atas dua pintu serta letak pintu ka’bah
terletak diatas tanah , tidak seperti sekarang yang pintunya terletak
agak tinggi sebagaimana pondasi yang dibuat Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail. Namun ketika Renovasi Ka’bah akibat bencana banjir pada saat
Muhammad SAW berusia 30 tahun dan sebelum diangkat menjadi rasul, karena
merenovasi ka’bah sebagai bangunan suci harus menggunakan harta yang
halal dan bersih, sehingga pada saat itu terjadi kekurangan biaya. Maka
bangunan ka’bah dibuat hanya satu pintu serta ada bagian ka’bah yang
tidak dimasukkan ke dalam bangunan ka’bah yang dinamakan Hijir Ismail
yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi ka’bah. Saat
itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang
bisa memasukinya. Karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang
sangat dimuliakan oleh bangsa Arab.
Mekah sesudah zaman nabi Muhammad SAW
Sesudah
zaman nabi besar SAW, Mekah telah berkali-kali diduduki. Di abad ke-13,
Mesir mengambil alih kota Mekah. Mulai tahun 1517 Mekah dibawah Usmani
yang kemudian menjadi kalifah. Di masa ini untuk pertama kali Ka’bah
diperluas. Tahun 1916 syerif Hussein ibn Ali yang kemudian menjadi raja
Hija berhasil mengalahkan kekuasaan Turki atas Mekah. Tahun 1924 Abd
al-Aziz ibn Saud, sultan lama dari Naj menduduki Mekah. Ia yang membuat
Mekah menjadi pusat keagamaan dari Saudi Arabia.
Mekah, Ka’bah dan Sumber air zamzam sekarang
Mekah
sekarang berpenduduk sekitar 26,712,824 orang pada tahun 2010.
Pelindung dan penguasa dari Mekah dan Madina sejak tahun 1986 adalah
raja Saudi. Sejak tahun 2005 adalah Abdullah ibn Abdulaziz Al Sa’du.
Akhirnya aku tetap merindukan Ka’bah dalam bermunajat, bersujud dengan khusu’ dan melimpahkan segala doa dibawah kaki Ka’bah.
|
Selasa, 09 Agustus 2011
Sejarah BAITULLAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar